KURANG ENERGI PROTEIN (PROTEIN ENERGY MALNUTRITION)
Selasa, 07 Januari 2014
0
komentar
KURANG
ENERGI PROTEIN (PROTEIN ENERGY MALNUTRITION)
EVAWANY ARITONANG
Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan
KEP merupakan salah satu masalah gizi
utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi
makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi
macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di
Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan
intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP.
Penyakit akibat KEP ini dikenal
dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan
karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena kurang energi dan Manismic
Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein. KEP umumnya diderita
oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak yang
mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit,
rambut jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami
Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit.
Adapun yang menjadi penyebab langsung
terjadinya KEP adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada
orang dewasa, KEP timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena
kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari
KEP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar
atau HO (Honger Oedeem).
Menurut perkiraan Reutlinger dan
Hydn, saat ini terdapat ± 1 milyar penduduk
dunia yang kekurangan energi sehingga tidak mampu
melakukan aktivitas fisik dengan baik. Disamping itu masih ada ± 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat
melakukan aktivitas minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya
proses pertumbuhan badan secara normal.
Di Indonesia masalah kekurangan
pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi memasuki
Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan kematian di beberapa daerah. Oleh
karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk mencukupi
kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung pembangunan nasional kita.
Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk
meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara
eksplisit juga untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat.
Besar dan Luas Masalah KEP
Dari berbagai hasil penelitian
menunjukkan bahwa KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai
dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual, serta menurunkan daya tahan tubuh
yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok
rentan biologis. Pengejawantahan KEP terlihat dari keadaan fisik seseorang yang
diukur secara Antropometri.
Besar dan
luasnya masalah KEP pada balita di tingkat propinsi dan nasional sudah tersedia
secara periodik melalui SUSENAS modul kesehatan dan gizi. Analisis masalah KEP
pada balita berdasarkan data Susenas 1989, 1992, dan 1995 menunjukkan bahwa
secara keseluruhan terdapat penurunan prevalensi KEP total dari 47,8% tahun
1989 menjadi 41,7% tahun 1982 dan 35% pada tahun 1995.
Di sisi lain, prevalensi gizi lebih meningkat dari 1,1% tahun 1989
menjadi 2,4% tahun 1992 dan 4,6% pada tahun 1995.
Keadaan gizi balita yang tinggal di
pedesaan cenderung lebih buruk dibanding balita yang tinggal di perkotaan; dan
keadaan gizi balita perempuan relatif lebih baik dibanding balita laki-laki.
Pada tingkat makro, besar dan luasnya
masalah KEP sangat erat kaitannya dengan keadaan ekonomi secara keseluruhan.
Peningkatan angka prevalensi KEP pada balita, dari data Susenas, seiring
sejalan dengan menurunnya jumlah penduduk dengan pendapatan di bawah garis
kemiskinan. Dengan perkataan lain, anggota rumahtangga dari kelompok rawan
biologis sekaligus memberikan gambaran ketersediaan pangan, dan rawan biologis
memiliki resiko kurang energi protein.
Pada tingkat mikro (rumah
tanggat/individu), tingkat kesehatan terutama penyakit infeksi yang juga
menggambarkan keadaan sanitasi lingkungan merupakan faktor penentu status gizi.
UPGK dan Posyandu merupakan program
yang secara khusus dilaksanakan untuk menurunkan prevalensi KEP. Peningkatan
kedua program ini berdampak positif untuk menurunkan prevalensi KEP. Meskipun
demikian keterlibatan aktif masyarakat,
organisasi wanita, LSM dan perbaikan keadaan ekonomi
mempunyai andil yang besar
didalam keberhasilan meningkatkan status gizi balita.
Kegiatan utama program UPGK (dari
aspek gizi) yang dilaksanakan sampai saat ini berupa penimbangan balita,
penyuluhan gizi (KIE), peningkatan pemanfaatan pekarangan, pemberian makanan,
pemberian oralit, pemberian kapsul vit.A takaran tinggi, pemberian pil besi
kepada ibu hamil. Kegiatan ini melibatkan beberapa lembaga terkait yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab saling menopang untuk keberhasilan program.
Pelaksanaan di tingkat desa atau di tingkat yang lebih kecil dikoordinasikan
dalam bentuk Posyandu.
Keterlibatan
masyarakat sangat diharapkan dan sekaligus menentukan di dalam pembentukan dan
pelaksanaan Posyandu. Hal ini disebabkan keterbatasan tenaga kesehatan yang
tersedia dan luasnya. Dengan demikian, peran kader desa yang telah dilatih
serta tokoh masyarakat setempat sangat menentukan kelangsungan pelaksanaan
posyandu.
Research Questions:
1. Bagaimana kecenderungan perubahan prevalensi KEP.
2. Apa faktor-faktor penyebab tingginya prevalensi KEP di
Indonesia.
3. Apa dampak KEP terhadap morbiditas, mortalitas dan Usia
Harapan Hidup.
4. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi
KEP.
5. Siapa yang dijadikan sasaran program dalam menurunkan
prevalensi KEP.
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum:
Menurunkan prevalensi KEP menjadi 30% sesuai dengan
sasaran program perbaikan gizi masyarakat pada akhir Repelita VI.
Tujuan Khusus:
1. Meningkatkan persentase balita berstatus gizi baik.
2. Menurunkan persentase penduduk miskin.
3. Meningkatkan pengetahuan ibu-ibu tentang makanan
sapihan pada balita.
Metoda yang dipakai untuk mencapai tujuan (menurunkan
prevalensi KEP dan menjawab reseach question:
1. lntervensi pemberian makanan tambahan pada balita.
2. Penyuluhan tentang gizi bagi ibu hamil dalam upaya
menurunkan prevalensi BBLR.
3. Penyuluhan tentang pemeliharaan kesehatan pada balita.
4. Penyuluhan tentang pemberian makanan bergizi pada
balita.
5. Pemberdayaan ekonomi keluarga dalam upaya meningkatkan
pendapatan keluarga.
6. Survey gizi klinis.
7. Survey konsumsi pangan.
Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan untuk
mencapai tujuan dan menjawab pertanyaan penelitian antara lain:
1. Data konsumsi pangan keluarga dan individu.
2. Data SUSENAS.
3. Neraca Bahan Makanan.
4. Data statistik vital (morbiditas, mortalitas, Uill-I).
5. Data gizi klinis.
6. Data Anthropometri gizi.
7. Analisis
data yang telah ada.
Analisis Data:
1. Analisis Trend Perubahan Prevelensi KEP
Tabel 1
Kecenderungan Penurunan Prevalensi
KEP menurut wilayah
1989-1996
Dari kecenderungan penurunan prevalensi KEP total dari
47,8% menjadi 35%
terjadi penurunan 26,7% atau 4,4% per tahun. Dengan trend
ini target penurunan prevalensi KEP totall Repetita VI menjadi
setinggi-tingginya 30% diperkirakan dapat dicapai. Dari tabel dapat
disimpulkan:
1. Wilayah Sumatera mempunyai kecenderungan penunman
prevalensi KEP relatif lambat Aceh dan Riau mempunyai prevalensi yang relatif
tinggi (>40%) dan tidak menunjukkan penurunan prevalensi yang berarti.
Propinsi Lampung dan Bengkulu telah mencapai target R VI.
2. Wilayah Jawa dan Bali mempunyai prevalensi rendah
(30.9%) dan kecenderungan penurunan prevalensi relatif tajam. Diperkirakan
semua propinsi di wilayah ini akan mencapai target.
3. Wilayah Nusa Tenggara merupakan wilayah yang relatif
berat. Prevalensi KEP di wilayah ini 44.7% (semua propinsi >40%). Sungguhpun
terjadi kecenderungan penurunan prevalensi tajam selama 6 tahun terakhir tetapi
target R VI di wilayah ini diperkirakan belum tercapai.
4. Wilayah Kalimantan mempunyai kecenderungan penurunan
prevalensi tajam dalam 3 tahun terakhlr. Propinsi Kalimantan Barat mempunyai
prevalensi >40%.
5. Wilayah Sulawesi mempunyai kecenderungan penurunan
prevalensi relatif lambat. Dengan prevalensi KEP sebesar 35.7% pencapaian
target R VI di wilayah ini agak sulit dicapai.
6. Wilayah Maluku dan Irian Jaya mempunyai kecenderungan
relatif tajam kecuali Irian Jaya yang menunjukkan penurunan prevalensi relatif
lambat.
2. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Tingginya Prevalensi
KEP
Pada tingkat makro, besar dan luasnya
masalah KEP sangat erat kaitannya dengan keadaan ekonomi secara keseluruhan.
Anggota rumahtangga dari kelompok rawan ekonomi yang memberikan gambaran
ketersediaan pangan dan rentang biologis beresiko KEP. Pada tingkat mikro
(rumahtangga/individu), tingkat kesehatan, penyakit infeksi, yang juga
menggambarkan situasi lingkungan merupakan faktor penentu KEP. Demikian juga
kesalahan memberikan makanan pada bayi mempunyai pengaruh kuat terjadinya KEP
pada awal kehidupan balita.
Secara umum pemberian makanan
pendamping ASI belum sesuai dengan anjuran Depkes. Soal pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) terlalu dini atau terlambat dan jumlah serta mutu
MP-ASI tidak cukup akan membuat pertumbuhan balita terhambat. Lebih-lebih
MP-ASI buatan pabrik yang penyebarannya sudah sangat meluas di pedesaan, banyak
digunakan oleh ibu-ibu dengan jumlah yang tidak sesuai dengan kecukupan
gizinya.
Data Susenas 1987 menunjukkan bahwa 50% balita di
Indonesia mendapat ASI selama 12 bulan; hanya sekitar 10% mendapat ASI selama
24 bulan. Balita di luar pulau Jawa relatif lebih cepat disapih dibanding
balita di Jawa. Lebih dari separuh (58%) balita di Indonesia telah
diperkenalkan makanan pendamping ASI (termasuk air putih dan air teh) pada saat
berumur 1 bulan.
Kecenderugan perubahan keadaan gizi
masyarakat di negara berkembang yang berbeda-beda dalam dasawarsa 1980-an
(tabel diatas) mencerminkan adanya kebijaksanaan pembangunan yang berbeda pula.
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh ada tidaknya pelayanan kesehatan, air
bersih, sanitasi, dan pelayanan sosial lainnya. Memadai atau tidaknya pelayanan
kesehatan terutama bagi masyarakat miskin tergantung pada anggaran pemerintah
yang disediakan untuk pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial lainnya. Dalam
keadaan ekonomi sulit, pemerintah cenderung mengadakan penghematan yang tidak
jarang mempengaruhi penyediaan anggaran untuk bidang sosial.
Konsumsi makan bagi seseorang yang
rawan terhadap kekurangan girl (balita, ibu hamil) dipengaruhi oleh pola
konsumsi keluarga dan pola distribusi makan antar anggota keluarga. Selanjutnya
pola distribusi makan antar anggota keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa
faktor penting yang diduga ada kaitannya dengan kebijaksanaan ekonomi makro
adalah tingkat upah kerja, alokasi waktu untuk keluarga, dll. Dalam hal ini
peranan wanita atau ibu sangat penting. Meningkatnya kesempatan kerja wanita
dapat mengurangi waktu untuk pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI, meskipun
hal tersebut belum tentu berpengaruh negatif pada keadaan gizi bayi.
Pendapatan rumah tangga merupakan salah satu faktor yang
menentukan konsumsi makan keluarga. Disamping itu konsumsi makan keluarga juga
dipengaruhi oleh harga pangan dan harga bukan pangan. Rumahtangga berpendapatan
rendah 60-80% dari pendapatannya dibelanjakan untuk makan. Harga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan riil rumahtangga, sedangkan
pendapatan riil rumahtangga disamping ditentukan oleh tingkat harga juga oleh
jumlah pendapatan nominal, sementara tingkat barga ditentukan, oleh tingkat
inflasi dan harga relatif antar berbagai barang dan jasa.
Tabel diatas menunjukkan perbedaan
persentase penurunan pendapatan riil sebagai akibat kenaikan harga pada
kelompok rumahtangga miskin dengan kelompok rumahtangga mampu. Dengan
menurunnya konsumsi makan, maka resiko akan menurunnya keadaan gizi anggota
rumahtangga terutama yang rawan gizi akan meningkat.
3. Analisis Dampak KEP
Manifestasi KEP tercermin dalam
bentuk fisik tubuh yang apabila diukur secara Anthropometri (TB/U, BB/U, BB/TB)
kurang dari nilai baku yang dianjurkan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan
bahwa KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak
menurunkan mutu fisik dan intelektual serta menurunkan daya tahan tubuh yang
berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok
rentan biologis.
4. Analisis Penanggulangan Masalah KEP
Masalah KEP atau pencapaian status
gizi (dalam arti positif) merupakan salah satu keluaran penting dari
pembangunan sosial-ekonomi-budaya secara Umum. Oleh
karenanya status girl dijadikan salah
satu indikator suksesnya pembangunan. Penentuan kriteria, target, dan tahapan
pencapaiannya dapat disusun secara teknis. Pencapaian status gizi tersebut
dilaksanakan dalam pendekatan lintas sektoral, multifaset dan komprehensif.
Tabel diatas memperlihatkan adanya
trend peningkatan persediaan energi dan protein per jiwa perlikn sejak Repelita
ll. Dari data persediaan ini disimpulkan bahwa secara nasional kekhawatiran
akan adanya sebagian penduduk yang kekurangan gizi atau menderita KEP tidak
perlu terjadi, walaupun di berbagai propinsi masih ada yang konsumsi energi dan
proteinnya belum memenuhi kebutuhan minimal. Mereka ini merupakan sebagian
penduduk yang masih hidup dibawah garis kemiskinan.
Kecenderungan peningkatan konsumsi energi
dan protein rumahtangga sejak awal tahun 1970-an sejalan dengan keberhasilan
pembangunan mengurangi jumlah penduduk miskin dari 54,2 juta orang (40.1%) pada
tahun 1976 menjadi 30 juta orang (17,4%) pada tahun 1987.
Sesuai dengan sifat masalah KEP yang
kompleks, maka berkurangnya prevalensi KEP pada anak balita merupakan dampak
komplementer dari berbagai program pembangunan sosial dan ekonomi yang ada,
sedang program gizi lebih banyak ikut memberi arah agar unsur perbaikan gizi
tidak terlupakan. Disamping itu, keberhasilan dalam meningkatkan keadaan gizi
anak balita juga merupakan akibat langsung peran serta aktif masyarakat,
terutarna peranan wanita dan Lembaga Sosial Masyarakat lain di Posyandu.
Penanggulangan KEP diprioritaskan daerah tertinggal/miskin baik di
pedesaan/perkotaan. Kegiatan ini pelaksanaannya diintegrasikan kedalam program
penanggulangan kemiskinan secara nasional.
Kegiatan penanggulangani KEP
meliputi:
Pemantapan UPGK dengan: meningkatkan
upaya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita melalui kelompok dan dasa
wisma.
Penanganan khusus KEP berat secara
lintas program dan lintas sektoral.
Pengembangan sistem rujukan pelayanan
gizi di Posyandu dalam rehabilitasi gizi terutama di daerah miskin.
Peningkatan gerakan sadar pangan dan
gizi melalui KIE yang berkesinambungan.
Peningkatan pemberian ASI secara
eksklusif.
Penanggulangan KEK (Kurang Energi
Kronik) pada ibu hamil didasarkan hasil penilaian dengan alat ukur LILA
(Lingkar Lengan Atas).
5. Analisis Sasaran Program Penrunan Prevalensi KEP
Balita merupakan penderita KEP secara
umum. Adanya causa multifaktorial terhadap terjadinya KEP dan ketergantungan
balita yang tinggi terhadap ibu membuat sasaran program penurunan prevalensi
KEP menjadi kompleks. Adapun yang menjadi sasaran program penurunan prevalensi
KEP antara lain :
Balita.
Ibu.
Anak Usia Sekolah.
Pekerja Berpenghasilan Rendah.
Program yang dilaksanakan adalah
secara multisektoral dengan kerjasama pihak lain seperti Depkes, Deptan
Perguruan Tinggi, dll.
KESIMPULAN
1. Sasaran program perbaikan gizi masyarakat pada akhir
Repelita VI untuk menurunkan prevalensi KEP total pada balita menjadi 300/0
memerlukan kerjasama lintas sektor dan lintas program.
2. Akar permasalahan terjadinya gizi kurang adalah
kemiskinan, sehingga upaya mengatasi masalah gizi kurang tidak terlepas dari
upaya pengentasan kemiskinan sehingga aspek peningkatan pendapatan memberi
respon yang baik terhadap perubahan konsumsi pangan yang sesuai dengan
kebutuhan dan kecukupan.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: KURANG ENERGI PROTEIN (PROTEIN ENERGY MALNUTRITION)
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://ninnarohmawati.blogspot.com/2014/01/kurang-energi-protein-protein-energy_7.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar